Bank Syariah
1. Pengertian Bank Islam (Bank
Syariah)
Dalam undang-undang nomor 10
tahun 1998 pasal 1 pengertian bank adalah badan usaha yang menghimpun dana
masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkan kepada masyarakat dalam bentuk
kredit atau dengan bentuk’’ lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup
rakyat banyak.
Istilah lain yang digunakan
untuk sebutan bank islam adalah syariah, menurut Ensiklopedi islam adalah
lembaga keuangan yang usaha pokoknya memberikan kredit dan jasa-jasa dalam lalulintas
pembayaran serta peredaran uang yang pengoprasiannya disesuaikan dengan
prinsip-prinsip syariah islam.
Didalam oprasionalisasinya bank
islam harus mengikuti atau berpedoman kepada praktek-praktek usaha yang
dilakukan di zaman Rasulullah Saw, bentuk-brntuk usaha yang telah ada
sebelumnya tetapi tidak dilarang oleh Rasul atau bentuk-bentuk usaha baru
sebagai hasil ijtihad para ulama yang tidak menyimpang dari Al-Qur’an dan
Al-Hadist.
Sedangkan menurut Drs. H. Karnaen Perwata Atmadja pengertian bank islam adalah
bank yang beroperasi sesuai dengan prinsip-prinsip syariah islam yang tata cara
opresionalnya mengacu kepada ketentuan-ketentuan Al-Qur’an dan Al-Hadist.
2. Sejarah
Berdirinya Bank Islam (Bank Syariah)
Pada Zaman pra-Islam sebenarnya
sudah ada bentuk-bentuk perdagangan yang sekarang dikembangkan dalam bisnis
modern. Bentuk-bentuk itu misalnya al-Musyarokah, at-takaful, kredit
kepemilikan barang dan pinjaman dengan tambahan bunga.
Bentuk” perdagangan tersebut telah berkembang dijazirah arab khususnya berpusat
dikota Makkah, Jeddah, dan Madinah. Jazirah yang berada dijalur perdagangan
Asia, Afrika, Eropa kemungkinan besar telah dipengaruhi oleh bentuk-bentuk
ekonomi mesir purba, yunani kuno dan romawi 2500 tahun SM telah mengenal sistem
perbankan. Kemudian di Babilonia yang telah menjadi wilayah Irak juga telah
mengenal sistem perbankan hampir dari 2000 tahun SM.
Sikap umat terhadap larangan riba pada waktu itu sangat penuh. Ternyata
kepatuhan umat terhadap larangan riba ini diarahkan kepada kegiatan-kegiatan
ekonomi yang tidak terlarang, dan terbukti mampu mengantarkan umat islam kepada
masa kejayaannya mulai sekitar tahun 633 masehi hingga ratusan tahun kemudian.
Pada masa Rasuullah secara umum
bank adalah lembaga yang melaksanakan tiga fungsi utama yang menerima simpanan
uang, meminjamkan uang dan memberikan jasa pengeriman uang. Didalam sejarah
perekonomian umat islam pembiayaan yang dilakukan dengan akad yang sesuai
syariah elah menjadi bagian dari tradisi umat Islam sejak zaman Rasulullah.
Praktek-praktek seperti ini : menerima penitipan harta, meminjamkan uang untuk
keperluan konsumsi dan keperluan bisnis, serta melakukan pengiriman uang telah
lazim dilaksanakan sejak zaman Rasulullah.3
Secara kolekif gagasan
berdirinya bank islam ditingkat internasional muncul dalam konferensi
negara-negara islam se- Dunia, di Kualalumpur Malaysia
pada tanggal 21-27 april 1969 yang diikuti 19 Negara peserta termasuk Indonesia .
Konferensi tersebut memutuskan beberapa hal yaitu :
• Tiap keuntungan haruslah tunduk kepada hukum untung dan rugi jika tidak dia
termasuk riba dan riba itu sedikit atau banyak hukumnya haram.
• Diusulkan supaya bank islam yang bersih dari sistem riba dalam jangka waktu
secepat mungkin.
• Sementara menunggu berdirinya bank Islam, bank-bank yang menerapkan bunga
diperbolehkan beroperasi namun jika benar-benar dalam keadaan darurat.
Oleh karena bunga secara hukum fiqih dikatagorikan riba yang berarti haram,
disejumlah Negara Islam dan berpenduduk mayoritas islam mulai berfikir untuk
mmendirikan lembaga bank alternatif non ribawi. Usaha modern pertama untuk
mendirikan bank pertama yang tanpa bunga pertama kali dilakukan di Malaysia pada pertengahan tahun 1940-an,
eksperimen lain yang dilakukan di Pakistan pada akhir tahun 1950-an
dimana suatu lembaga perkreditan tanpa bunga didirikan dipedesaan Negara itu.
Namun pendirian bank syariah yang paling sukses dan inovatif dimasa modern ini
dilakukan di Mesir pada tahun 1963 dengan berdirinya Mitt Ghamr Local Saving
Bank.
Di Indonesia, bank syariah pertama
baru lahir tahun 1991 dan beroperasi secara resmi tahun 1992. Padahal,
pemikiran mengenai hal ini sudah terjadi sejak dasawarsa 1970-an. Menurut Dawam
Raharjo, saat memberikan Kata Pengantar buku Bank Islam Analisa Fiqih dan
Keuangan penghalangnya adalah faktor politik, yaitu bahwa pendirian bank Islam
dianggap sebagai bagian dari cita-cita mendirikan Negara Islam.
Namun, sejak
2000-an, setelah terbukti keunggulan bank syariah (bank Islam) dibandingkan
bank konvensional antara lain, Bank Muamalat tidak memerlukan suntikan dana,
ketika bank-bank konvensional menjerit minta Bantuan Likuiditas Bank Indonesia
(BLBI) ratusan triliunan akibat negatif spread bank-bank syariah pun
bermunculan di Indonesia
3. PRODUK
BANK SYARIAH
Produk perbankan
syariah dapat dibagi menjadi tiga bagian yaitu: (I) Produk Penyaluran Dana,
(II) Produk Penghimpunan Dana, dan (III) Produk yang berkaitan dengan jasa yang
diberikan perbankan kepada nasabahnya.
1. Penyaluran Dana
Dalam
menyalurkan dana pada nasabah, secara garis besar produk pembiayaan syariah
terbagi ke dalam tiga kategori yang dibedakan berdasarkan tujuan penggunaannya
yaitu:
Transaksi pembiayaan yang ditujukan
untuk memiliki barang dilakukan dengan prinsip jual beli.
Transaksi pembiayaan yang ditujukan
untuk mendapatkan jasa dilakukan dengan prinsip sewa.
Transaksi pembiayaan untuk usaha
kerjasama yang ditujukan guna mendapatkan sekaligus barang dan jasa, dengan
prinsip bagi hasil.
1.1. Prinsip Jual Beli (Ba’i)
Prinsip
jual-beli dilaksanakan sehubungan dengan adanya perpindahan kepemilikan barang
atau benda (transfer of property). Tingkat keuntungan bank ditentukan di
depan dan menjadi bagian harga atas barang yang dijual.
a. Pembiayaan Murabahah
Murabahah
bi tsaman ajil atau
lebih dikenal sebagai murabahah. Murabahah berasal dari kata ribhu
(keuntungan) adalah transaksi jual-beli di mana bank menyebut jumlah
keuntungannya. Bank bertindak sebagai penjual, sementara nasabah sebagai
pembeli. Harga jual adalah harga beli bank dari pemasok ditambah keuntungan.
Kedua pihak harus menyepakati harga jual dan jangka waktu pembayaran. Harga
jual dicantumkan dalam akad jual-beli dan jika telah disepakati tidak dapat
berubah selama berlakunya akad. Dalam perbankan, murabahah lazimnya
dilakukan dengan cara pembayaran cicilan (bi tsaman ajil). Dalam
transaksi ini barang diserahkan segera setelah akad sedangkan pembayaran
dilakukan secara tangguh.
b. Salam
Salam adalah transaksi jual beli di mana
barang yang diperjualbelikan belum ada. Oleh karena itu barang diserahkan
secara tangguh sedangkan pembayaran dilakukan tunai. Bank bertindak sebagai
pembeli, sementara nasabah sebagai penjual. Sekilas transaksi ini mirip jual
beli ijon, namun dalam transaksi ini kuantitas, kualitas, harga, dan waktu
penyerahan barang harus ditentukan secara pasti.
Ketentuan umum Salam:
- Pembelian hasil produksi harus
diketahui spesifikasinya secara jelas seperti jenis, macam, ukuran, mutu dan
jumlahnya. Misalnya jual beli 100 kg mangga harum manis kualitas “A” dengan
harga Rp5000 / kg, akan diserahkan pada panen dua bulan mendatang.
- Apabila hasil produksi yang diterima
cacat atau tidak sesuai dengan akad maka nasabah (produsen) harus bertanggung
jawab dengan cara antara lain mengembalikan dana yang telah diterimanya atau
mengganti barang yang sesuai dengan pesanan.
- Mengingat bank tidak menjadikan
barang yang dibeli atau dipesannya sebagai persediaan (inventory), maka
dimungkinkan bagi bank untuk melakukan akad salam kepada pihak ketiga
(pembeli kedua) seperti bulog, pedagang pasar induk atau rekanan. Mekanisme
seperti ini disebut dengan paralel salam.
c. Istishna
Produk
istishna menyerupai produk salam, namun dalam istishna
pembayarannya dapat dilakukan oleh bank dalam beberapa kali (termin)
pembayaran. Skim istishna dalam bank syariah umumnya diaplikasikan pada
pembiayaan manufaktur dan konstruksi.
Ketentuan umum:
Spesifikasi barang pesanan harus
jelas seperti jenis, macam ukuran, mutu dan jumlah. Harga jual yang telah
disepakati dicantumkan dalam akad istishna dan tidak boleh berubah selama
berlakunya akad. Jika terjadi perubahan dari kriteria pesanan dan terjadi
perubahan harga setelah akad ditandatangani, maka seluruh biaya tambahan tetap
ditanggung nasabah.
1.2. Prinsip Sewa (Ijarah)
Transaksi
ijarah dilandasi adanya perpindahaan manfaat. Jadi pada dasarnya prinsip
ijarah sama saja dengan prinsip jual beli, namun perbedaannya terletak
pada objek transaksinya. Bila pada jual beli objek transaksinya adalah barang,
maka pada ijarah objek transaksinya adalah jasa.
Pada akhir masa sewa, bank dapat saja
menjual barang yang disewakannya kepada nasabah. Karena itu dalam perbankan
syariah dikenal ijarah muntahhiyah bittamlik (sewa yang diikuti dengan
berpindahnya kepemilikan). Harga sewa dan harga jual disepakati pada awal
perjanjian.
1.3. Prinsip Bagi Hasil (Syirkah)
Produk pembiayaan syariah yang
didasarkan prinsip bagi hasil adalah:
a. Musyarakah
Bentuk
umum dari usaha bagi hasil adalah musyarakah (syirkah atau syarikah
atau serikat atau kongsi). Transaksi musyarakah dilandasi adanya
keinginan para pihak yang bekerjasama untuk meningkatkan nilai asset yang
mereka miliki secara bersama-sama. Termasuk dalam golongan musyarakah
adalah semua bentuk usaha yang melibatkan dua pihak atau lebih dimana mereka
secara bersama-sama memadukan seluruh bentuk sumber daya baik yang berwujud
maupun tidak berwujud.
Ketentuan umum:
- Semua modal disatukan untuk dijadikan
modal proyek musyarakah dan dikelola bersama-sama. Setiap pemilik modal
berhak turut serta dalam menentukan kebijakan usaha yang dijalankan oleh
pelaksana proyek. Pemilik modal dipercaya untuk menjalankan proyek musyarakah
tidak boleh melakukan tindakan seperti:
- Menggabungkan dana proyek dengan
harta pribadi.
- Menjalankan proyek musyarakah dengan
pihak lain tanpa ijin pemilik modal lainnya.
- Memberi pinjaman kepada pihak lain.
- Setiap pemilik modal dapat
mengalihkan penyertaan atau digantikan oleh pihak lain.
- Setiap pemilik modal dianggap
mengakhiri kerjasama apabila:
¥ Menarik diri dari perserikatan
¥ Meninggal dunia,
¥ Menjadi tidak cakap hukum
- Biaya yang timbul dalam pelaksanaan
proyek dan jangka waktu proyek harus diketahui bersama. Keuntungan dibagi sesuai
kesepakatan sedangkan kerugian dibagi sesuai dengan porsi kontribusi modal.
- Proyek yang akan dijalankan harus
disebutkan dalam akad. Setelah proyek selesai nasabah mengembalikan dana tersebut
bersama bagi hasil yang telah disepakati untuk bank.
b. Mudharabah
Secara
spesifik terdapat bentuk musyarakah yang popular dalam produk perbankan
syariah yaitu mudharabah. Mudharabah adalah bentuk kerjasama
antara dua atau lebih pihak dimana pemilik modal (shahibul maal)
mempercayakan sejumlah modal kepada pengelola (mudharib) dengan suatu
perjanjian pembagian keuntungan. Bentuk ini menegaskan kerjasama dengan
kontribusi 100% modal dari shahibul maal dan keahlian dari mudharib.
Ketentuan umum
- Jumlah modal yang diserahkan kepada
nasabah selaku pengelola modal; harus diserahkan tunai, dapat berupa uang
atau barang yang dinyatakan nilainya dalam
satuan uang. Apabila modal diserahkan secara bertahap, harus jelas tahapannya
dan disepakati bersama.
- Hasil dan pengelolaan modal pembiayaan
mudharabah dapat diperhitungkan dengan dua cara:
¥ (Perhitungan dari pendapatan proyek
(revenue sharing)
¥ (Perhitungan dari keuntungan proyek
(profit sharing)
- Hasil usaha dibagi sesuai dengan
persetujuan dalam akad, pada setiap bulan atau waktu yang disepakati. Bank
selaku pemilik modal menanggung seluruh kerugian kecuali akibat kelalaian dan
penyimpangan pihak nasabah, seperti penyeleweng-an, kecurangan dan
penyalahgunaan dana.
- Bank berhak melakukan pengawasan
terhadap pekerjaan namun tidak berhak mencampuri urusan pekerjaan/usaha
nasabah. Jika nasabah cidera janji dengan sengaja misalnya tidak mau membayar
kewajiban atau menunda pembayaran kewajiban, dapat dikenakan sanksi
administrasi.
Mudharabah
Muqayyadah
Karakteristik
mudharabah muqayadah pada dasarnya sama dengan persyaratan di atas.
Perbedaannya adalah terletak pada adanya pembatasan penggunaan modal sesuai
dengan permintaan pemilik modal.
1.4. Akad Pelengkap
Untuk
mempermudah pelaksanaan pembiayaan, biasanya diperlukan juga akad pelengkap.
Akad pelengkap ini tidak ditujukan untuk mencari keuntungan, namun ditujukan
untuk mempermudah pelaksanaan pembiayaan. Meskipun tidak ditujukan untuk
mencari keuntungan, dalam akad pelengkap ini dibolehkan untuk meminta pengganti
biaya-biaya yang dikeluarkan untuk melaksanakan akad ini. Besarnya pengganti
biaya ini sekedar untuk menutupi biaya yang benar-benar timbul.
a. Hiwalah (Alih Utang-Piutang)
Hiwalah adalah transaksi mengalihkan utang
piutang. Dalam praktek perbankan syariah fasilitas hiwalah lazimnya
untuk membantu supplier mendapatkan modal tunai agar dapat melanjutkan
produksinya. Bank mendapat ganti biaya atas jasa pemindahan piutang. Untuk
mengantisipasi resiko kerugian yang akan timbul, bank perlu melakukan
penelitian atas kemampuan pihak yang berutang dan kebenaran transaksi antara
yang memindahkan piutang dengan yang berutang
b. Rahn (Gadai)
Tujuan
akad rahn adalah untuk memberikan jaminan pembayaran kembali kepada
bank dalam memberikan pembiayaan.
- Barang yang digadaikan wajib memenuhi
kriteria :
- Milik nasabah sendiri.
- Jelas ukuran, sifat, dan nilainya
ditentukan berdasarkan nilai riil pasar.
Dapat
dikuasai namun tidak boleh dimanfaatkan oleh bank. Atas izin bank, nasabah
dapat menggunakan barang tertentu yang digadaikan dengan tidak mengurangi nilai
dan merusak barang yang digadaikan. Apabila barang yang digadaikan rusak atau
cacat, maka nasabah harus bertanggungjawab.
c. Qardh
Qardh adalah pinjaman uang. Aplikasi qardh
dalam perbankan biasanya dalam empat hal, yaitu :
- Sebagai pinjaman talangan haji,
dimana nasabah calon haji diberikan pinjaman talangan untuk memenuhi syarat
penyetoran. Biaya perjalanan haji. Nasabah akan melunasinya sebelum keberangkatannya
ke haji.
- Sebagai pinjaman tunai (cash
advanced) dari produk kartu kredit syariah, dimana nasabah diberi
keleluasaan untuk menarik uang tunai milik bank melalui ATM. Nasabah akan
mengembalikannya sesuai waktu yang ditentukan.
- Sebagai pinjaman kepada pengusaha
kecil, dimana menurut perhitungan bank akan memberatkan si pengusaha bila
diberikan pembiayaan dengan skema jual beli, ijarah, atau bagi hasil.
- Sebagai pinjaman kepada pengurus
bank, dimana bank menyediakan fasilitas ini untuk memastikan terpenuhinya
kebutuhan pengurus bank. Pengurus bank akan mengembalikannya secara cicilan
melalui pemotongan gajinya.
d. Wakalah (Perwakilan)
Wakalah dalam aplikasi perbankan terjadi
apabila nasabah memberikan kuasa kepada bank untuk mewakili dirinya melakukan
pekerjaan jasa tertentu.
e. Kafalah (Garansi Bank)
Garansi bank dapat diberikan dengan
tujuan untuk menjamin pembayaran suatu kewajiban pembayaran. Bank dapat mempersyaratkan
nasabah untuk menempatkan sejumlah dana untuk fasilitas ini sebagai rahn.
Bank dapat pula menerima dana tersebut dengan prinsip wadi ah. Bank
mendapatkan pengganti biaya atas jasa yang diberikan.
2. Produk Penghimpunan Dana
Penghimpunan
dana di bank syariah dapat berbentuk giro, tabungan dan deposito. Prinsip
operasional syariah yang diterapkan dalam penghimpunan dana masyarakat adalah
prinsip wadi ah dan mudharabah.
2.1. Prinsip Wadiah
Prinsip
Wadi’ah yang diterapkan adalah wadi ah yad dhamanah yang
diterapkan pada produk rekening giro. Wadi’ah dhamanah berbeda
dengan wadi’ah amanah. Dalam wadi’ah amanah,
pada prinsipnya harta titipan tidak boleh dimanfaatkan oleh yang dititipi.
Sedangkan dalam hal wadi’ah dhamanah, pihak yang dititipi (bank)
bertanggung jawab atas keutuhan harta titipan sehingga ia boleh memanfaatkan
harta titipan tersebut.
Ketentuan umum dari produk ini
adalah:
- Keuntungan atau kerugian dari
penyaluran dana menjadi hak milik atau ditanggung bank, sedang pemilik dana
tidak dijanjikan imbalan dan tidak menanggung kerugian. Bank dimungkinkan
memberikan bonus kepada pemilik dana sebagai suatu insentif untuk menarik dana
masyarakat namun tidak boleh diperjanjikan di muka.
- Bank harus membuat akad pembukaan
rekening yang isinya mencakup izin penyaluran dana yang disimpan dan
persyaratan lain yang disepakati selama tidak bertentangan dengan prinsip
syariah. Khusus bagi pemilik rekening giro, bank dapat memberikan buku cek,
bilyet giro, dan debit card.
- Terhadap pembukaan rekening ini bank
dapat mengenakan pengganti biaya administrasi untuk sekedar menutupi biaya yang
benar-benar terjadi.
- Ketentuan-ketentuan lain yang
berkaitan dengan rekening giro dan tabungan tetap berlaku selama tidak
bertentangan dengan prinsip syariah.
2.2. Prinsip Mudharabah
Dalam
mengaplikasikan prinsip mudharabah, penyimpan atau deposan bertindak
sebagai shahibul maal (pemilik modal) dan bank sebagai mudharib
(pengelola). Dana tersebut digunakan bank untuk melakukan pembiayaan murabahah
atau ijarah. Prinsip mudharabah ini diaplikasikan pada produk
tabungan berjangka dan deposito berjangka.
Berdasarkan kewenangan yang diberikan
pihak penyimpan dana, prinsip mudharabah terbagi tiga yaitu:
a. Mudharabah mutlaqah
Penerapan
mudharabah mutlaqah dapat berupa tabungan dan deposito sehingga
terdapat dua jenis penghimpunan dana yaitu: tabungan mudharabah dan
deposito mudharabah. Berdasarkan prinsip ini tidak ada pembatasan bagi
bank dalam menggunakan dana yang dihimpun.
Ketentuan umum dalam produk ini
adalah:
- Bank wajib memberitahukan kepada
pemilik dana mengenai nisbah dan tata cara pemberitahuan keuntungan dan atau
pembagian keuntungan secara resiko yang dapat ditimbulkan dari penyimpanan
dana. Apabila telah tercapai kesepakatan; maka hal tersebut harus dicantumkan
dalam akad.
- Untuk tabungan mudharabah, bank dapat
memberikan buku tabungan sebagai bukti penyimpanan, serta kartu ATM dan atau
alat penarikan lainnya kepada penabung. Untuk deposito mudharabah, bank wajib
memberikan sertifikat atau tanda penyimpanan (bilyet) deposito kepada deposan.
- Tabungan mudharabah dapat diambil
setiap saat oleh penabung sesuai dengan perjanjian yang disepakati, namun tidak
diperkenankan mengalami saldo negatif.
- Deposito mudharabah hanya dapat
dicairkan sesuai dengan jangka waktu yang telah disepakati. Deposito yang
diperpanjang, setelah jatuh tempo akan diperlakukan sama seperti deposito
baru, tetapi bila pada akad sudah dicantumkan perpanjangan otomatis maka tidak
perlu dibuat akad baru.
- Ketentuan-ketentuan yang lain yang
berkaitan dengan tabungan dan deposito tetap berlaku sepanjang tidak
bertentangan dengan prinsip syariah.
b. Mudharabah Muqayyadah on Balance Sheet
Jenis
mudharabah ini merupakan simpanan khusus (restricted investment)
dimana pemilik dana dapat menetapkan syarat-syarat tertentu yang harus
dipatuhi oleh bank. Misalnya disyaratkan digunakan untuk bisnis tertentu, atau
disyaratkan digunakan dengan akad tertentu, atau disyaratkan digunakan untuk
nasabah tertentu.
Karakteristik jenis simpanan ini
adalah sebagai berikut :
- Pemilik dana wajib menetapkan syarat
tertentu yang harus diikuti oleh bank wajib membuat akad yang mengatur
persyaratan penyaluran dana simpanan khusus.
- Bank wajib memberitahukan kepada
pemilik dana mengenai nisbah dan tata cara pemberitahuan keuntungan dan atau
pembagian keuntungan secara resiko yang dapat
ditimbulkan dari penyimpanan dana. Apabila telah tercapai kesepakatan, maka hal
tersebut harus dicantumkan dalam akad.
- Sebagai tanda bukti simpanan bank
menerbitkan bukti simpanan khusus. Bank wajib memisahkan dana dari rekening
lainnya.
- Untuk deposito mudharabah, bank wajib
memberikan sertifikat atau tanda penyimpanan (bilyet) deposito kepada deposan.
c. Mudharabah Muqayyadah off Balance Sheet
Jenis
mudharabah ini merupakan penyaluran dana mudharabah langsung
kepada pelaksana usahanya, dimana bank bertindak sebagai perantara (arranger)
yang mempertemukan antara pemilik dana dengan pelaksana usaha. Pemilik dana
dapat menetapkan syarat-syarat tertentu yang harus dipatuhi oleh bank dalam
mencari kegiatan usaha yang akan dibiayai dan pelaksana usahanya.
Karakteristik jenis simpanan ini
adalah sebagai berikut :
- Sebagai tanda bukti simpanan bank
menerbitkan bukti simpanan khusus. Bank wajib memisahkan dana dari rekening
lainnya. Simpanan khusus dicatat pada pos tersendiri dalam rekening
administratif.
- Dana simpanan khusus harus disalurkan
secara langsung kepada pihak yang diamanatkan oleh pemilik dana.
- Bank menerima komisi atas jasa
mempertemukan kedua pihak. Sedangkan antara pemilik dana dan pelaksana usaha
berlaku nisbah bagi hasil
2.3. Akad Pelengkap
Untuk
mempermudah pelaksanaan penghimpunan dana, biasanya diperlukan juga akad
pelengkap. Akad pelengkap ini tidak ditujukan untuk mencari keuntungan, namun
ditujukan untuk mempermudah pelaksanaan pembiayaan. Meskipun tidak ditujukan
untuk mencari keuntungan, dalam akad pelengkap ini dibolehkan untuk meminta pengganti
biaya-biaya yang dikeluarkan untuk melaksanakan akad ini. Besarnya pengganti
biaya ini sekedar untuk menutupi biaya yang benar-benar timbul.
Wakalah (Perwakilan)
Wakalah dalam aplikasi perbankan terjadi
apabila nasabah memberikan kuasa kepada bank untuk mewakili dirinya melakukan
pekerjaan jasa tertentu, seperti inkaso dan transfer uang.
3. Jasa Perbankan
Bank
syariah dapat melakukan berbagai pelayanan jasa perbankan kepada nasabah dengan
mendapat imbalan berupa sewa atau keuntungan. Jasa perbankan tersebut antara
lain berupa :
3.1. Sharf (Jual Beli Valuta Asing)
Pada
prinsipnya jual-beli valuta asing sejalan dengan prinsip sharf. Jual beli mata
uang yang tidak sejenis ini, penyerahannya harus dilakukan pada waktu yang
sama (spot). Bank mengambil keuntungan dari jual beli valuta asing ini.
3.2. ljarah (Sewa)
Jenis
kegiatan ijarah antara lain penyewaan kotak simpanan (safe deposit box) dan
jasa tata-laksana administrasi dokumen (custodian). Bank dapat imbalan sewa
dari jasa tersebut.